Pengaruh
Iklim Sosial Terhadap Sosialisasi Anak
Pada umumnya dapat kita bedakan
dua macam iklim sosial yang ekstrim, yakni iklim yang demokratis dan otokraktis
seperti telah diuraikan sebelum menurut kepribadian guru. Dalam iklim demokratis
anak-anak mendapat lebih banyak kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian
masing-masing sedangkan dalam iklim otokratis kelakuan anak dikontrol ketat
oleh guru. Namun individu yang hanya dapat berbuat menurut perintah orang lain
tanpa diberi kesempatan untuk memberi pertimbangannya sendiri, sukar akan
berkembang menjadi manusia yang sanggup berpikir dan berdiri sendiri, bahkan
sulit menjalankan peranannya dengan baik dalam iklim demokrasi.
Apakah pengaruh iklim otokratis
atau demokratis terhadap anak ? Penelitan mengenai masalah ini pernah
dilakuakan oleh kurt Lewin dan Ronald Lippitt itu pada tahun 1939. Mereka
memilih dua kelompok, yang satu ditempatkan di bawah pimpinan yang otokratis
dan yang satu lagi di bawah pemimpin demokratis. Berdasarkan percobaan pada
kedua kelompok itu mereka mengambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Dalam iklim otokratis lebih banyak dikeluarkan
kecaman tajam yang bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokratis terdapat suasana
kerja sama, pujian terhadap sesame teman, saran-saran konstruktif dan kesedihan
menerima buah pikiran orang lain.
2. Dalam iklim otokratis lebih ditonjolkan diri
sendiri soal “aku”, sedangkan dalam suasana demokratis terasa ke-“kita”an.
3. Dalam suasana otokratis, adanyapimpinan yang kuat
menghalangi orang lain untuk memegang pemimpin, sedangkan dalam iklim
demokratis beda status sosial pemimpin dan yang dipimpin kecil sekali, sehinggapada
suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki
kelebihan.
4. Individualitas murid dapat berkembang dalam iklim
demokratis, sedangkan perkembangannya tertekan dalam suasana otokratis karena
setiap murid mempunyai status yang rendah tanpa dapat mengembangkan
individualitasnya.
5. Dalam iklim otokratis tindakan kelompok bukan tertuju
kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang murid sebab murid mudah
dijadikan kambing hitam: secara potensial setiap murid dapat menjadi saingan
atau lawan murid lainnya.
Lewin (dalam Nasution, 1983:136) berpendapat bahwa
iklim sosial dalam hidup anak sama pentingnya dengan udara yang dihirupnya.
Hubungan dengan orang-orang lain dan
statusnya dalam kelompok merupakan faktor-faktor yang paling penting dalam
menentukan apakah ia merasa aman atau tidak. Maka karena itu kelompok dan
kebudayaan di mana anak itu hidup sangat menentukan kelakuan dan wataknya.
Menurut Lewin, Pipit, dan peneliti lain iklim
demokratis lebih serasi untuk penyesuaian sosial yang memuaskan, memberi
kesempatan yang lebih bebas untuk mengekspresikan individualitas, memupuk suasana
kerja sama, mengurangi rasa ketegangan, persaingan dan permusuhan serta memupuk
rasa aman dan tentram. Pendirian ini bertentangan dengan pendapat yang
mengatakan bahwa orang merasa aman dalam kelompok otokratis di mana setiap
orang mempunyai peranan yang jelas.
Bagi kesejahteraan rohani iklim demokratis lebih
menguntungkan daripada iklim otokratis. Suasana otokratis timbul bila guru
terlampau mendominasi kelas dan iklim yang demikian merusak penyesuaian diri
yang sehat. Dalam iklim demokrati anak-anak kerjasama, bergotong royong dan
bukan bersaing dan salih bermusuhan.
Kelakuan demokratis harus dipelajari. Mempelajari
sikap demokratis memerlukan waktu yang lebih banyak bila anak-anak telah
mengalami iklim otokratis. Makin lama anak itu hidup dalam suasana otokratis
makin sulit baginya untuk mempelajari sikap demokratis. Demokratis harus
dipelajari sedangkan otokratis dapat dipaksakan atas.
Kelakuan anak dibentuk menurut corak kelakuan kelompok
atau iklim kelompok tempat ia berada. Iklim kelompok banyak ditentukan oleh
guru atau pemimpin. Oleh sebab pemimpin atau guru ada bersifat demokratis da
nada pula yang otokratis, maka murid tiap kali akan beralih dari iklimk
demokratis ke iklim otokratis setiap kali gurunya berganti.
Iklim otokratis dianggap lebih serasi untuk mencapai
prestasi akademis yang diutamakan oleh sekolah “tradisional”, sedangkan sekolah
yang “progresif” lebih mengutamakan perkembangan kepribadian anak yang dianggap
lebih mungkin tercapai dalam suasana demokratis. Dapat pula dipersoalkan apakah
prestasi akademis memang hanya diperoleh dalam iklim otokratis atau dapat juga
dicapai dalam iklim demokratis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar