Guru Sebagai Model
Guru-guru tak semua sama, bahkan berbeda beda
pribadinya. Mereka mungkin pula berasal dari lingkungan sosial yang berlainan.
Alasan mereka memilih pekerjaan sebagai guru berbeda-beda, ada yang
sungguh-sungguh sebagai panggilan untuk mengabdikan diri kepada pendidikan
anak, ada pula yang mencari lapangan kerja yang menjamin hidupnya atau yang
mencari kedudukan yang berkuasa atas anak-anak sebagai kompensasi atau rasa
inferioritasyang ada pada dirinya.
Guru-guru yang berasal dari golongan rendah dan
sebagai guru meras dirinya meningkat ke golongan menengah sambil mempelajari
norma-norma golongan itu selama pendidikannya dan dalam jabatannnya. Namun ia
masih sering memperlihatkan kelakuan yang berasal dari golongannya semula.
Melalui interaksi yang banyak dengan golongan menengah dan atasan, berkat
pendidikan dan pengalaman tiap guru dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan
modern dalam masyarakat Gesellscahft untuk memperoleh pandangan yang luas.
Guru yang terikat pada pandangan golongan aslinya
akan lebih picik pandangannya. Kepicikan atau keterbatasan pandangan guru
diperkuat oleh tuntuttan masyarakat Germeinschaft kelakuan guru. Selain itu guru-guru di desa
atau kota kecil berasal dari daerah itu sendiri dan sejak kecil telah terdidik
menurut norma-norma dari lingkungan itu. Di sekolah di kota terdapat variasi
yang lebih besar tentang kesukuan dan daerah asal guru.
Ada kecenderungan kedudukan guru makin banyak
ditempati oleh kaum wanita, khususnya di sekolah dasar dan juga sekolah
menengah. Dapat kita katakana bahwa guru-guru menunjukkan heteregonitas, dan
mereka semua diharapkan menjadi guru yang baik dimanapun mereka mengajar dan dapat
menjadi model atau teladan bagi anak-didiknya.
Harapn orang tua tentang guru tidak selalu sepadan
dengan pandangan serta ucapan mereka tentang guru. Dalam dunia yang kian
materialitas ini guru tidak menduduki tempat yang tinggi dalam penilaian
masyarakat.
Bila guru naik sepeda atau kendraan umum itu dianggap
biasa sesuai dengan status social guru. Yang aneh ialah bila guru SD atau SMP
naik mobil ke sekolah sebab dianggap melebihi kesanggupan guru pada
umumnya. Ada kalanya orang tua
mengucapkan kata-kata yang merendahkan gengsi guru. Guru yang menjadi sorotan
murid dan orang tua sering diberi nama julukan yang menurunkan derajat guru.
Apakah orang tua menegur anak atau bahkan turut menggunakan nama julukan itu
dapat meningkatkan atau menurunkan nilai guru dalam pandangan murid dan
mempengaruhinya memilih atau menolak model dari kalangan guru-gurunya.
Dengan bertambahnya guru wanita dapat menimbulkan
masalah model khususnya bagi anak pria jika seluruh staf guru terdiri atas
wanita. Guru wanita sebagai model dapat menjadi masalah. Guru wanita yang sudah
kawin yang menjadi guru karena didesak oleh motivasi financial atau untuk
mengelakkan kerepotan rumah tangga sukar menjadi model yang serasi. Juga guru
yang belum kawin dan berusia lanjut tidak akan dijadikan model oleh gadis-gadis
yang menginginkan rumah tangga sendiri. Guru itu bahkan menjadi model yang
negatif bagi anak-anak.bila kelakuan guru berbeda sekali dengan cita-cita murid
maka ia akan mencari model yang lain di luar sekolah.
Peranan anak yang diharapkan
Sosialisasi murid di sekolah dipengaruhi oleh :
1. Iklim
social di sekolah
2. Adanya
model bagi murid
3. Peranan
murid seperti yang diharapkan
Peranan yang
diharapkan dari murid dapat dilihat dari tiga segi yakni menurut (a) guru, (b)
orang tua, (c) murid-murid lainnya.
1)
Apakah
Yang Diharapkan Guru?
Guru-guru pada
umumnya mengharapkan agar murid-murid mempelajarinya yang diajarkan dan
ditugaskan. Tiap murid harus menguasai keterampilan membaca, menulis, dan
berhitung serta bidang studi lainnya. Mereka harus rajin belajar agar
memperoleh prestasi yang tinggi supaya naik kelas. Tinggal kelas adalah
kegagalan yang mempengaruhi pribadi anak yakni menurunkan statusnya dalam
pandangannya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Di sekolah sangat diutamakan
prestasi akademis, walaupun juga dipentingkan aspek kepribadian anak lainnya
sebagai manusia dan warga Negara.
Anak-anak yang
mempunyai intelegensi rendah akan banyak mengalami kesukaran di sekolah. Mereka
akan selalu ketinggalan namun harus mengikuti kurikulum yang sama serta
memenuhi tuntutan prestasi akademis yang sama. Mereka ini akan kehilangan
kepercayaan akan diri sendiri, mereka kurang dalam hubungan sosialnnya, menarik
diri dari pergaulan social dan dapat mengalami gannguan atau tekanan mental.
Kedudukan anak t
kurang berbakat intelektual lebih dipersukar lagi karena suasana persaingan
sekolah, terutama untuk memasuki sekolah yang lebih lanjut.
Agar anak-anak
belajar baik sekolah menjalankan dispilin yang ketat yang dirumuskan dalam
peraturan-peraturan untuk dipatuhi oleh setiap murid. Murid-murid harus dating
ke sekolah pada waktunya, menghadiri pelajaran dengan setia, memberi perhatian
kepada setiap pelajaran tanpa mengganggu pelajaran. Guru yang baik adalah guru
yang dapat memelihara disiplin dalam kelasnya. Karena pelajaran kebanyakan
disampaikan secara verbal dengan banyak menggunakan metode ceramah, maka
disiplin harus ketat. Pelanggaran disiplin harus ditindak oleh sebab tanpa
disiplin pelajaran tidak dapat disampaikan dengan efektif. Hanya bila guru menggunakan
metode kerja sama, pemecahan masalah atau belajar sendiri, guru dapat
menjalankan disipin yang lebih bebas, yang sebenarnya lebih membantu
perkembangan pribadi anak yang sehat.
Bagi guru
pelanggaran disiplin kelas dan sekolah dianggap serius misalnya bercakap-cakap
dalam kelas, mencontek, pergi ke luar kelas tanpa izin guru, menentang guru,
berkelahi, atau rebut. Bahakan tidak berpakaian seragam baru-baru ini dihukum
oleh seorang kepala sekolah dengan menggunduli kepala sejumlah murid dan
menyuruh mereka pulang ke rumah.
Disiplin yang
ketat, melarang anak-anak bicara atau kerja sama dalam pembelajaran sebenarnya
menghalangi sosialisasi anak dan perkembangan pribadinya. Sosialisasi hanya
dapat berlangsung dalam interaksi social dalam suasana bebas.
Apa yang dianggap
oleh guru sebagai pelanggaran serius atau kelakuan yang tak layak sering
berbeda dengan pendapat ahli psikologi. Misalnya cirri-ciri non-agresif seperti
kurang bergaul, rasa cemas, suka menyendiri, muram, pendiam, curiga, gugup,
kebergantungan yang dianggap tidak serius oleh guru karena tidak mengganggu
disiplin dalam kelas, justru dipandang serius bagi perkembangan pribadi anak
oleh ahli kesejahteraan rohani atau “mental hygiene”. Sebaliknya pelanggaran
yang dianggap serius oleh guru seperti menulis kata-kata kotor, masturbasi,
membolos, berdusta, mencontek, menentang, merusak, tidak dianggap begitu
penting oleh ahli psikologi. Guru terutama mementingkan ketertiban kelas dan
sekolah untuk mencapai prestasi akademis yang sebaik-baiknya. Sebaliknya hli
mental hygiene atau ahli kesejahteraan rohani mengutamakan perkembangan pribadi
anak agar menjadi individu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
socialny dengan penuh kepercayaan akan dirinya.
Guru yang juga
memperhatikan aspek kepribadian anak hendaknnya menerima pendirian para ahli
mental hygiene dan menjadikannya sebagai pedoman untuk mencapai tujuan
akademis. Ia akan lebih banyak memberikan tanggung jawab kepada anak-anak untuk
memelihara disiplin dan bekerja tanpa mengganggu orang lain dan dengan demikian
memupuk disiplin diri. Ia jua akan lebih memperhatikan anak-anak pendiam dan
penakut dan mencoba memahami dan membantu mereka. Dengan demikian guru itu
tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik.
2)
Apa
Yang Diharapkan Orang Tua
Orang tua
mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi “pandai” artinya menguasai apa yang
diajarkan di sekolah. Dalam hal ini orang tua dan guru mempunyai harapan yang
sama. Orang tua juga sangat mementingkan kemajuan anaknya di sekolah dan
mengharapkan agar anaknya mematuhi perintah gurunya serta berkelakuan baik. Apa
yang baik menurut pandangan masyarakat pada umumnya sama dengan pandangan guru,
walaupun dalam hal tertentu mungkin terdapat perbedaan.
Orang tua
mengharapkan pula agar anaknya mendapat rapor yang baik agar dapat melanjutkan
pelajarannya ke sekolah yang baik di kemudian hari dan karena itu banyak orang
tua yang tidak ragu-ragu memberikan pengorbanan yang sebesar-besarnya bahkan
sering di atas kemampuannya untuk memungkinkan anaknya belajar di perguruan
tinggi. Oleh sebab itu mereka tak jemu-jemu menasehati anaknya agar rajin
belajar, mematuhi peraturan dan perintah guru yang pada umumnya juga diharapkan
oleh guru.
Harapan atau
aspirasi orang tua tentang anaknya juga bergantung pada tingkat sosialn orang
tua. Orang tua di pedesaan yang memerlukan tenaga anaknya dalam perjuangan
hidup tidak begitu mementingkan pendidikan formal atau mereka memilih sekolah
yang dalam waktu singkat mempersiapkan anak itu untuk suatu pekerjaan. Bila
tenaga anak diperlukan dengan sendirinya orang tua mempunyai pandangan yang
lain tentang kerajinan belajar, soal bolos, prestasi belajar, disiplin, dan
sebagainya.
Karena oranng tua
mengutamakan prestasi akademis da perkembangan intelektual mereka tidak
terlampau mementingkan perkembangan pribadi dan sosialisasi anak. Bahkan mereka
melihat bahaya dan kerugian bila anaknya terlampau banyak berteman karena
menyimpangkan perhatian anak dari pelajaran sekolah.
3)
Apa
Yang Diharapkan Oleh Murid-Murid
Di sekolah
anak-anak harus menyediakan diri dengan teman-temannya. Harapan teman-teman
factor utama dalam proses sosialisasi di sekolah. Anak-anak kelas rendah SD
masih mengikuti norma-norma yang ditetapkan oleh guru dan orang tua. Apa yang
dikatakan oleh guru, itulah yang tidak dapat dibantah oleh orang tua. Tetapi
murid sekolah menengah lebih cenderung mengikuti harapan teman-temannya
daripada orang tua. Apa yang diharapka oleh teman-temannya sering berbeda
dengan harapan orang tua. Guru memandang anak sebagai pelajar. Sebagai pelajar
ia harus memusatkan seluruh perhatiannya kepada pelajaran untuk mencapai
prestasi yang setinggi-tingginya. Bagi guru dan orang tua angka tinggi menjadi
kebanggaan yang patut diberi pujian. Tak demikian pendapat para pelajar
sendiri. Menjadi kutu buku bukan kehormatan. Menjadi juara kelas bukan
cita-cita. Bagi pelajar angka sedang sudah memadai namun tidak ada yang
menginginkan tinggal kelas.
Yang dipentingkan
para pemuda adalah agar pandai bergaul, dapat berhubungan dengan teman-teman
dalam suasana gembira. Karena itu mereka peka terhadap keinginan dan harapan
teman-temannya. Apa yang diinginkan oleh teman-teman akan berbeda dari sekolah
ke sekolah, dari zaman ke zaman.
Mereka tidak
menyukai anak yang sombong, angkuh, memamerkan kelebihannya dalam ucapan,
sikap, atau pakaiannya. Anak muda yang diantar dengan mobil mewah ke sekolah
tidak akan disukai teman-temannya.
Juga mereka tidak
menyukai murid yang menunjukan dirinya sebagi anak yang paling pintar, juara
atau jagoan. Bila ia memang pandai, juara atau jago biarlah orang lain yang
mengatakannya dan bila itu dikatakan kepadanya dia harus menolaknya. Pemuda ini
tidak menyukai orang yang menyimpang kelakuannya dari apa yang diterima oleh
kelompoknya itu. Anak yang kelewat alim tentang seks atau moral akan dicemoohkan
namun mereka menentang pelanggaran susila.
Bagi pemuda
pakaian soal penting. Mereka mengharapkan teman-temannya berpakaian sesuai
dengan mode yang berlaku di kalangan mereka. Dalam ini orang tua harus mengalah
karena mereka tidak dapat menentang mode pemuda, sekalipun dianggap ganjil,
aneh, bahkan jelek oleh orang tuanya. Pakaian harus biasa. Mereka yang
berpakaian terlampau rapi akan mendapatkan ejekan. Pakaian itu tak perlu mahal,
asal sesuai dengan mode yang berlaku.
Pemuda umunya
menghargai prestasi dalam bidang olahraga atau musik. Mereka yang berprestasi
tinggi dalam bidang ini menjadi popular asal jangan menjadi sombong dan
menganggap dirinya lebih jago dari orang lain. Sikap anggapan jago sangat tidak
disukai di kalangan pemuda dan sering mengundang perkelahian.
Maka bagi mereka yang
mencapai prestasi akademis tinggi seperti yang diharapkan oleh guru dan orang
tua timbul kesulitan agar juga disenangi oleh teman-temannya. Mereka yang gagal
memenuhi kedua macam harapan itu akan mengalami gangguan dalam proses
sosialisasi. Dengan bersikap tanpa menonjolkan diri kedua harapan itu dapat
dipertemukan. Baik angka-angka maupun pergaulan dengan teman sebaya penting
bagi setiap siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar